1. A.   John Locke:

Manusia dalam keadaan alamiah adalah bebas merdeka mengatur tindakan mereka, mempergunakan barang miliknya tanpa perlu ijin dan tidak tergantung pada kehendak siapapun. Manusia sama sederajat, semua kekuasaan bersifat timbal balik, tidak ada orang yang lebih berkuasa daripada orang lain (perfectly free and equals). Meskipun manusia leluasa menggunakan diri dan barang miliknya, manusia tidak mempunyai kebebasan menghancurkan dirinya sendiri ataupun makhluk lain.

Agar semua individu tidak saling melukai serta tercipta kedamaian dan kelanggengan seluruh bangsa maka tercipta hukum alam yang harus ditaati. Dalam pelaksanaan hukum alam, diserahkan kepada setiap individu sehingga tiap individu mempunyai hak untuk menghukum para pelanggar hukum sampai pada tingkatan yang diperkirakan dapat mencegah pelanggar tersebut. Setiap individu dapat menjadi pelaksanaan hukum, karena dalam kesamaan, tidak ada individu yang lebih tinggi daripada yang lain. Setiap orang berhak memerintah diri sendiri  dan pada pihak lain, pemerintah harus memiliki kewenangan tertinggi atas warganya dan harus ditaati.

Melalui dilema ini, ia berpendapat, kebebasan individu hanya dapat dijamin dengan suatu pemerintahan yang memiliki kewenangan terbatas. Fungsi pemerintah adalah memelihara ‘milik pribadi’, yaitu perdamaian, keselamatan dan kebaikan bersama setiap warga masyarakat. Milik pribadi dapat dijamin dengan menetapkan hukum dan hakim yang adil serta membentuk administrasi penegak hukum dan juga memelihara persaingan ekonomi yang bebas dan sehat.

Meskipun John lock membenarkan tirani mayoritas dengan mengemukakan bahwa setiap individu harus menyesuaikan diri dengan kehendak mayoritas (persetujuan masyarakat sebagai mayoritas), tapi Locke juga mengatakan pemerintah harus melaksanakan kewenangannya berdasarkan hukum (rule of law) untuk melindungi hak-hak minoritas dan hak-hak individu dari tirani kekuasaan yang absolute dan sembarangan (arbitrary)

Menurutnya, pemerintah berdasarkan hukum tidak hanya menuntut pejabat negara yang bertindak sesuai hukum tetapi kekuasaan harus dipisah menjadi 3 yaitu pembuat hukum (legislative), pelaksana hukum (eksekutif) dan pengadilan (yudikatif) sehingga tidak terjadi kekuasaan tunggal yang mementingkan diri sendiri.

  1. B.   Charles Louis de Secondat Baron de Montesquieu (Montesquieu)

Merupakan tokoh filosof politik, sosiolog, sejarawan dan penulis novel terkemuka di zamannya. Beliau dikenal dengan gagasannya mengenai Trias Politica yang memisahkan kekuasaan dalam 3 bentuk yaitu eksekutif, legislative dan yudikatif yang pada akhirnya diterapkan di negara-negara Eropa dan Amerika serta Indonesia.

Gagasan dibalik Trias Politica adalah gagasan bahwa demi terjaminnya kebebasan politik rakyat, perlu ada pemisahan kekuasaan negara agar tidak terjadi kesewenang-wenangan. Kebebasan merupakan hal yang penting dalam pemikiran Montesquieu. Pemikiran beliau merupakan suatu usaha mendesakralisasi ilahiyah kaum bangsawan dan raja. Ia ingin menegaskan bahwa kekuasaan bukan berasal dari Tuhan, tetapi rakyat. Rakyatlah yang memberi mandat kepada negara untuk berkuasa dan mengatur mereka.

Sama seperti Locke, Montesquieu berpendapat bahwa lembaga atau kekuasaan legislative adalah lembaga yang tugas utamanya merumuskan undang-undang atau peraturan negara. Lembaga legislative merupakan refleksi kedaulatan rakyat. Yang menarik, rakyat yang dimaksud Montesquieu adalah berupa dewan rakyat bukan orang-orang yang mewakili rakyat. Mereka yang menjadi dewan rakyat merupakan mediator rakyat dan penguasa, menjadi komunikator dan aggregator aspirasi dan kepentingan rakyat banyak. Bentuk kongret dari badan legislative adalah DPR, cabinet dan parlemen. Dengan adanya lembaga legislative, kepentingan rakyat dapat terwakili dengan baik. Lembaga legislative merupakan cermin kedaulatan rakyat.

Meskipun menurut Trias Politica, rakyat merupakan pemegang kekuasaan negara, tidaklah berarti Montesquieu menolak kekuasaan aristokrasi. Ia tetap mengakui hak-hak kaum bangsawan. Sehingga tercipta dua kamar yaitu wakil-wakil rakyat dan kaum bangsawan yang menurut Montesquieu menjadikan parlemen sebagai lembaga politik ideal dimana dalam melakukan tugas-tugas kenegaraannya, kedua kamar perlu saling melakukan pengawasan atau control politik agar tidak terjadi penyelewengan kekuasaan (check  and balance).

Namun yang berbeda dari Locke, Ia berpendapat bahwa manusia secara alamiah berbeda, ada yang lebih cerdas, kaya dan terhormat dari manusia lainnya. Ia juga berpendapat bahwa penghapusan hak-hak istimewa kaum aristocrat akan berpengaruh pada negara. Negara akan rusak dan sulit berfungsi sebagaimana mestinya bila hak-hak istimewa kaum bangsawan dicabut.

Seperti yang ditulis oleh Deliar Noer, Montesquieu berpendapat bila kekuasaan legislative dan eksekutif disatukan maka tidak mungkin tercipta kemerdekaan. Kemerdekaan rakyat akan terancam bila hakim akan menjadi orang yang membuat hukum karena dengan begitu hakim akan bertindak kekerasan dan penindasan.

Dalam bukunya, De L’Esprit de Lois, Negara republik menurut Montesquieu mengacu pada negara republic zaman yunani kuno dimana kehancuran sistem republic disebabkan semangat kebersamaan yang ekstrem. Setiap anggota masyarakat merasa sederajat dengan para penguasa yang memerintah negara. Akibatnya rasa hormat kepada atasan atau penguasa negara lenyap, rakyat merasa lebih tahu dan mampu mengatur dirinya sendiri. Rusaknya negara juga karena kekeliruan memahami makna kebebasan, kebebasan membuat orang tidak hormat lagi kepada orang yang lebih tua, orangtua, suami. Merajalela korupsi merupakan factor lain penyebab kehancuran negara republic.

  1. C.   Jean Jacques rousseau

Dalam keadaan alamiah, manusia pada dasarnya baik, cinta damai, memiliki kebebasan mutlak sejak lahir dan tidak suka perang sebab tidak terdapat rasa benci, dendam dan iri hati pada dirinya. Kebebasan merupakan determinan yang membuat manusia menjadi manusia alamiah. Mereka bebas melakukan apapun yang dikehendaki terlepas apakah hal itu menyebabkan pertikaian dengan manusia lainnya. Dalam konsep ‘kembali ke alam’, Rousseau megidealisasikan manusia yang liar tapi baik. Manusia alamiah menurutnya adalah tidak baik dan tidak buruk, tidak egois dan tidak altruis, hidup polos dan mencintai diri secara spontan. Ia juga bebas dari segala wewenang pengaruh kekuasaan orang lain dan karena itu secara hakiki sama kedudukannya.

Untuk menjadi manusia alamiah dalam konteks masyarakat modern, menurutnya manusia harus di didik sejak kanak-kanak yaitu dengan dibiarkan bebas menentukan watak dan kepribadiannya sesuai kehendak alam bukan dengan segala etika dan nilai-nilai moralitas dalam struktur sosial dunia modern. Kemerdekaan dirampas dari manusia karena adannya berbagai konvensi, adat-istiadat dan pembatasan-pembatasan yang melibatkan lembaga-lembaga ekonomi dan politik

Kebebasan menurut Rousseau adalah suatu keadaan tidak terdapatnya keinginan manusia untuk menaklukkan sesamanya. Manusia bebas dari rasa ketakutan akan kemungkinan terjadinya penaklukkan atas dirinya secara persuasive maupun kekerasan. Kebebasan juga diartikan sebagai hak untuk melakukan sesuatu yang orang lain tidak diperkenankan melakukannya, disisi lain istilah yang sama bisa dipahami sebagai keadaan dimana keadilan sepenuhnya ditegakkan sehingga tidak ada manusia yang diperlakukan semena-mena/ merdeka/ tidak terbelenggu. Rousseau berkata bahwa orang yang merdeka (bebas) adalah orang yang patuh terhadap hukum dan peraturan tetapi ia tidak menjadikan dirinya budak. Ia mematuhi hukum tetapi bukan mematuhi manusia yang membuat hukum. Kebebasan tetap dapat dimiliki meskipun dalam gradasi berbeda, apabila ia masuk menjadi bagian dari political society atau dalam kekuasaan negara.

Manusia dalam kesadaran penuh atas kekhawatiran terjadinya perang dan pertikaian akibat dari kesewenang-wenangan atas hak kebebasan yang dimiliki setiap orang, berusaha untuk keluar dari keadaan alamiah dan membentuk negara sehingga kekuasaan negara itu membuat mereka merasa lebih terjamin hidupnya. Individu-individu dalam masyarakat sepakat menyerahkan sebagian hak-hak, kebebasan dan kekuasaan yang dimilikinya kepada suatu kekuasaan bersama (negara) namun negara berdaulat karena mandat dari rakyat. Negara diberi mandat oleh rakyat untuk mengatur, mengayomi dan menjaga keamanan maupun harta benda mereka. Kedaulatan akan tetap abash bila fungsi-fungsinya dijalankan sesuai kehendak rakyat. Rousseau dalam Du contract social, mendambakan demokrasi langsung dimana sistem kenegaraan setiap warga negara yang jumlahnya tidak begitu banyak menjadi pembuat keputusan dalam suatu wilayah yang tidak terlalu luas. Pada negara tersebut rakyat dapat menjadi subjek pemerintahan sekalipun dibawah kekuasaan negara. Dengan kata lain, rakyat diperintah tetapi pada saat yang sama juga memerintah

Daftar Pustaka

  1. Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, Gramedia, Jakarta, 2001
  1. Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Grasindo, Jakarta, 1992
  1. Merphin Panjaitan, Logika Demokrasi, Permata Aksara, Jakarta 2011